Manajemen Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan/Harga pokok pelayanan ASDP

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Metode penentuan harga pokok Pelayanan angkutan penyeberangan adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam harga pokok produksi angkutan. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan yaitu full costing yang digunakan dalam perhitungan tarif angkutan dan variabel costing.

Menurut Mulyadi[1], biaya diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

Full costing[2] adalah metode penentuan harga pokok yang memperhitungkan semua biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan overhead tanpa memperhatikan perilakunya. Sedang Variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead kapal variabel.

Komponen harga pokok[sunting]

Perusahaan angkutan yang mengoperasikan kapalnya untuk menghasilkan pelayanan angkutan memerlukan prosedur serta pencatatan tentang proses operasi yang menghasilkan pelayanan tersebut. Pemakaian bahan untuk proses produksi perhitungan biaya produksi untuk menilai persediaan proses produksi untuk menghasilkan pelayanan angkutan termasuk perawatan rutin yang harus dilakukan, kesemuanya ini termasuk dalam bidang akuntansi biaya.

Abdul Halim[3] mengemukakan definisi akuntansi biaya sebagai berikut :

“Akuntansi biaya adalah akuntansi yang membicarakan tentang penentuan harga pokok (cost) dari suatu produk yang diproduksi (atau dijual di pasar) baik untuk memenuhi pesanan dan pemesan maupun untuk menjadi persediaan barang dagangan. yang akan dijual.”

Koponen yang digunakan dalam perhitungan harga pokok adalah sebagai berikut:

  1. Biaya Langsung
    1. Biaya Tetap
      1. Penyusutan kapal
      2. Bunga Modal
      3. Asuransi Kapal
      4. Biaya ABK
        1. Gaji / Upah
        2. Tunjangan
    2. Biaya Tidak Tetap
      1. Biaya BBM
        1. Mesin Utama
        2. Mesin Bantu
      2. Biaya Pelumas
        1. Mesin Utama
        2. Mesin Bantu
      3. Biaya Gemuk
      4. Biaya Air Tawar
      5. Biaya di lingkungan Pelabuhan
      6. Biaya perniagaan dan promosi
      7. Biaya RMS
  2. Biaya Tidak Langsung / Overhead
    1. Biaya Tetap
      1. Biaya Pegawai Darat
        1. Gaji / Upah
        2. Tunjangan
      2. Biaya Manajemen dan Pengelolaan
    2. Biaya Tidak Tetap
      1. Biaya Kantor
      2. Biaya Pemeliharaan
      3. Biaya ATK
      4. Biaya Telepon, Linstrik, Air Tawar
      5. Inventaris
      6. Biaya Perjalanan Dinas

Pada daftar berikut ditunjukkan contoh evaluasi perhitungan tarip pada lintas Merak –Bakauheni

Pengaruh faktor muat[sunting]

Besarnya faktor muat akan sangat mempengaruhi besaran biaya untuk menjalankan angkutan tersebut demikian pula akan berpengaruh terhadap harga pokok. Semakin tinggi faktor muat semakin rendah tarif yang akan dibebankan kepada pelanggan. Faktor muat yang digunakan dalam perhitungan tarif adalah 60 %, merupakan angka yang wajar untuk merepresentasikan besarnya lalu lintas angkutan rata-rata sepanjang waktu. Variasi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu variasi harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Dalam variasi tahunan peak terjadi karena beberapa alasan seperti liburan anak sekolah, liburan hari raya, musim panen dan beberapa alasan lainnya.

Pada gambar berikut ditunjukkan besarnya biaya pokok[4] pada berbagai faktor muat, dimana dapat dilihat bahwa semakin kecil faktor muat semakin besar biaya pokok per satuan angkut.

Kalau kita melihat lebih rinci lagi pada rentang faktor muata antara 30 sampai 100 persen untuk data yang sama

Dari gambar diatas jelas dapat dilihat bahwa kecermatan dalam menentukan faktor muat akan berpengaruh terhadap penetapan tarip secara significant. Sebagai contoh kalau faktor muat dalam penetapan tarip ditetapkan 60 persen maka besaran tarip adalah Rp 572,17 /SUP sedangkan kalau ditetapkan 70 persen maka besaran tarip akan turun menjadi Rp. 490,42/ SUP atau turun sebesar 16,7 persen, angka yang tidak kecil. Masalah lain yang ditemukan bila penetapan faktor muat yang digunakan adalah 60 persen sebagaimana kebijakan yang dianut oleh Kementrian Perhubungan sedang faktor muat dilapangan hanya mencapai 40 persen dengan harga pokok sebesar Rp 858,25/SUP maka pengusaha akan mengalami kerugian sebesar 50 persen.

Oleh karena itu perlu kebijakan yang tepat dalam menentukan faktor muat dalam menetapkan tarip dan bila diperlukan dapat menggunakan sistem tarip yang tidak seragam sepanjang waktu misalnya tarip off peak yang lebih tinggi dari tarip pada saat peak seperti yang saat ini sudah berjalan pada industri penerbangan.

Dalam hal beban puncak yang terlalu tinggi dapat juga diambil kebijakan untuk menetapkan tarip yang tinggi pada saat puncak dan tarip yang rendah pada penumpang sedang sepi dengan maksud untuk menggeser beban puncak ke luar periode puncak.

Tarif[sunting]

Struktur tarif angkutan sungai, daau dan penyeberangan ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan KM. 32 Tahun 2001, dimana ditetapkan bahwa:

  1. Tarif dasar dan jarak bagi tarif pelayanan ekonomi
  2. Tarif dasar, jarak dan pelayanan tambahan bagi tarif pelayanan non ekonomi / komersial

Otoritas penetapan tarif dasar dan jarak adalah Pemerintah dan penetapan tarif pelayanan tambahan ditetapkan oleh Penyedia Jasa berdasarkan tarif dasar dan jarak

Otoritas penetapan tarif oleh Pemerintah, dilimpahkan kepada :

  • Menteri untuk lintas Nasional dan International
  • Gubernur untuk lintas regional
  • Bupati / Walikota untuk lintas local

Evaluasi dan pengawasan pelaksanaan tarif tersebut dilakukan oleh Pejabat Pemerintah tersebut diatas Sebagai pedoman pelaksanaan KM.32 tahun 2001, Pemerintah menetapkan mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif angkutan penyeberangan melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.58 Tahun 2003.

Tahapan Perhitungan Tarif[sunting]

Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan harga pokok terhadap pelayanan yang diberikan yang selanjutnya digunakan dalam penetapan tarif.

  1. Identifikasikan komponen tarif
  2. Sistemisasikan komponen tersebut
  3. Hitung komponen yang dimasukkan dalam biaya tidak tetap
  4. Hitung komponen yang dimasukkan dalam biaya tetap
  5. Hitung harga satuan
  6. Tetapkan tarif yang akan diberlakukan dengan mempertimbangkan Titik Impas (Break Even Point)

Pertimbangan dalam penetapan tarif[sunting]

Disamping bahan-bahan pengusulan besaran tarif, Pemerintah (Menteri), Gubernur, Bupati / Walikota juga mempertimbangkan :

  1. Kemampuan pengguna jasa atau daya bayar masyarakat
  2. Keberlangsungan hidup dan pengembangan usaha angkutan penyeberangan
  3. Kepentingan nasional, seperti : pembangunan ekonomi, kestabilan politik / keamanan nasional, kelancaran administrasi pemerintah, bencana alam, bencana nasional.

Setelah tarif ditetapkan oleh Pejabat Pemerintah terkait : Menteri, Gubernur, Bupati / Walikota, Direktur Jenderal , Kepala Dinas Propinsi, Kepala Dinas Kabupaten / Kota mengumumkan kepada masyarakat luas melalui media masa selambat-lambatnya 30 hari tarif diberlakukan. Dan pejabat-pejabat ini sekaligus mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tarif baru tersebut.

Untuk menghitung tarif, perlu ada ukuran-ukuran standar dan pengelompokan atau penggolongan agar terhindar dari masalah keberagaman obyek. Misalnya penumpang, ada dewasa dan anak, kelas utama dan kelas ekonomi, kendaraan ada truk, bus, sedan, alat berat, kelas ekonomi, kelas binis dan lain-lainnya.

Jarak lintas ada yang pendek, sedang dan jauh. Kapal ada berkapasitas beraneka ragam dan fasilitas yang bermacam-macam. Ada beraneka ragam fasilitas dan jasa yang dapat ditawarkan oleh penyedia jasa. Dan untuk masalah penafsiran, kita perlu pula memperoleh kesepakatan atau definisi dan atau terminologi.

Penetapan tarif[sunting]

Tarif dasar[sunting]

Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per satuan unit produksi (SUP) per mil. Tarif dasar dan tarif jarak untuk penumpang, kendaraan penumpang dan kendaraan barang beserta muatannya dihitung dengan cara sebagai berikut:

  1. Tarif dasar dihitung sebagai berikut:
    1. menghitung biaya pokok berdasarkan Satuan Unit produksi (SUP) per mil dengan faktor muat sebesar 60 %;
    2. Satuan Unit produksi diperoleh berdasarkan satuan luas (m2) yang diperlukan 1 orang penumpang kelas ekonomi.
    3. 1 Satuan Unit Produksi = 0,73 m2
  2. biaya pokok sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung untak masing-masing kelompok jarák dan diperoleh dari hasil perhitungan yang didasarkan pada biaya operasi kapal per tahun dibagi p oduksi per tahun dari tonage kapal yang dioperasikan pada masing-masing kelompok jarak, dengar; pedoman sebagai berikut :
    1. kelompok jarak s/d 1 mil tonage kapal kurang lebih 300 GT
    2. kelompok jarak 1,1 s/d 6 mil tonage kapal kurang lebih 400 GT
    3. kelompok jarak 6,1 s/d 10 mil tonage kapal kurang lebih 500 GT
    4. kelompok jarak 10,1 s/d 20 mil tonage kapal kurang lebih 600 GT
    5. kelompok jarak 20,1 s/d 40 mil tonage kapal kurang lebih 750 GT
    6. kelompok jarak 40,1 s/d 80 mil tonage kapal kurang lebih 1.000 GT
    7. kelompok jarak di atas 80 mil tonage kapal kurang lebih 1.200 GT
    8. kelompok jarak di aras 120 mil tonage kapal kurang lebih 1.500 GT
    9. kelompok Merak - Bakauheni tonage kapal kurang lebih 5.000 GT
  3. tarif jarak dihitung berdasarkan tarif dasar pada setiap kelompok jarak dikalikan jarak lintas yang bersangkutan.

Tarif Jarak[sunting]

Tarif jarak adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam rupiah perlintas penyeberangan per jenis muatan per satu kali jalan. Hitungan tarif jarak berdasarkan tarif dasar pada setiap kelompok jarak dikalikan jarak lintas yang bersangkutan. Biaya pokok untuk keperluan perhitungan tarif dasar, dihitung untuk masing-masing kelompok jarak dan diperoleh dari hasil perhitungan yang didasarkan pada biaya operasi kapal per tahun dibagi produksi per tahun dari tonnage kapal yang dioperasikan pada masing-masing kelompok jarak (pasal 11 ayat 1b KM 58/2003).

Untuk semua kendaraan yang menjadi angkutan kapal penyeberangan digolongkan kedalam 8 golongan kendaraan beserta muatannya dan masing-masing kelompok kendaraan ditetapkan besar SUP nya. (pasal 12 KM 58/2003). Terhadap gerbong kereta api juga perlu ditetapkan golongan kendaraannya pada waktunya nanti.

Untuk menghitung biaya pokok, ditetapkan dulu komponen biaya (baik langsung maupun tidak langsung) yang dibebankan kepada produksi angkutan yang bersangkutan (ps. 13 / lampiran I KM 58/2003).

Tarif pelayanan tambahan[sunting]

Tarip pelayanan tambahan adalah besaran biaya tambahan diluar tarip dasar dan jarak, yang dibebankan kepada pemakai jasa sebagai akibat pemanfaatan fasilitas tambahan yang diberikan oleh penyedia jasa. Tarif pelayanan tambahan dihitung berdasarkan fasilitas tambahan yang disediakan dihitung oleh penyedia jasa angkutan penyeberangan yang dapat berupa, antara lain :

  1. Pendingin ruangan (AC),
  2. Kursi yang dapat diatur (reclining seat)
  3. Alat biburan antara lain TV, Video dan musik,
  4. Fasilitas ruang penumpang yang dapat dilengkapi dengan tempat tidur.
  5. Makanan dan Minuman;
  6. Bantal, selimut dan sejenisnya
  7. Dan lain-lain

Penyedia jasa mengumumkan tarif pelayanan non-ekonomi melalui media massa selambat-lambatnya 30 (liga puluh) hari sebelum tarif diberlakukan.

Tarif anak-anak[sunting]

Bagi anak-anak umur 2 th – 12 th dapat diberikan karcis dengan nilai 70 % dari tarip orang dewasa.

Besaran tarif[sunting]

Tarip yang dibayar oleh pengguna jasa angkutan penyeberangan, tidak hanya tarip dasar, jarak dan pelayanan tambahan saja, tetapi masih komponen lain yang ditetapkan Pemerintah. Oleh karena itu komponen tarip menjadi :

  • Harga pokok produksi
  • Tarip jarak
  • Asuransi yang dibebankan secara kolektif kepada penumpang (tidak termasuk individual insurance).

Penggolongan tarif[sunting]

Angkutan kendaraan ditetapkan berdasarkan pembagian golongan sebagai berikut:

  1. Golongan I : Sepeda:
  2. Golongan II : Sepeda motor dibawah 500 cc dan gerobak dorong
  3. Golongan III : Sepeda motor besar( > 500 ) dan kedaraan roda 3
  4. Golongan IV : Kendaraan bermotor berupa mobil jeep, Sedan, Minicab, Minibus, Mikrolet, Pick up, Station wagon dengan panjang sampai dengan 5 meter dan sejenisnya:
  5. Golongan V : Kendaraan bermotor berupa Mobil bus, Mobil barang (truk)/Tangkiukuran sedang dengan panjang sampai dengan 7 meter dan sejenisnya
  6. Golongan VI : Kendaraan bermotor berupa Mobil bus, Mobil barang (truk)/tangki dengan ukuran panjang lebih dari 7 meter sampai dengan 10 meter dan sejenisnya, dan kereta penarik tanpa gandengan;
  7. Golongan VII : Kendaraan bermotor berupa Mobil barang (truk tronton) / tangki, kereta penarik berikut gandengan serta kendaraan alat berat dengan panjang lebih dari 10 meter sampai dengan 12 meter dan sejenisnya;
  8. Golongan VIII : Kendaraan bermotor berupa mobil barang (truk tronton) / tangki, kendaraan alat berat dan kereta penarik berikut gandengan dengan panjang lebih dari 12 meter dan sejenisnya;

Besaran SUP masing-masing kendaraan adalah sebagai berikut :

  1. Kendaraan Golongan I : 1,6 SUP
  2. Kendaraan Golongan II : 2,8 SUP
  3. Kendaraan Golongan III : 5,6SUP
  4. Kendaraan Golongan IV
    1. Kendaraan penumpang beserta penumpangnya : 21,63 SUP
    2. Kendaraan barang beserta muatannya : 17,98 SUP
  5. Kendaraan Golongan V
    1. Kendaraan penumpang beserta penumpangnya : 37,39 SUP
    2. Kendaraan barang beserta muatannya : 31,55 SUP
  6. Kendaraan Golongan VI
    1. Kendaraan penumpang beserta penumpangnya : 63,28 SUP
    2. Kendaraan barang beserta muatannya : 52,33 SUP
  7. Kendaraan Golongan VII Kendaraan barang beserta muatannya : 66,03 SUP
  8. Kendaraan Golongan VIII Kendaraan barang beserta muatannya : 98,75 SUP

Kebijakan tarip[sunting]

Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penetapan tarip angkutan sungai dan danau diantaranya:

  1. Biaya untuk memberikan pelayanan biaya sangat tergantung kepada skala ekonomi, semakin besar demand semakin rendah biaya produksi, disamping itu masih bisa dilakukan optimasi ukuran kapal yang akan digunakan untuk memberikan pelayanan. Langkah yang biasanya dilakukan adalah dengan mengoptimasi headway pelayanan yang ditoleransi, besarnya permintaan, dengan ukuran sarana angkutannya.
  2. Tingkat pendapatan konsumen yang kaitannya erat dengan kemampuan membayar masayarakat pemakai sistem transportasi yang disediakan yang disebut juga sebagai ability to pay.
  3. Kesediaan untuk membayar atau disebut juga sebagai willingness to pay, kesediaan ini sangat tergantung kepada tingkat pendapatan, kualitas pelayanan. Bila Tarip yang berlaku di atas kemampuan membayar, maka biasanya diambil langkah untuk memberikan subsidi. Subsidi yang diberikan dapat berupa subsidi tidak langsung yang dapat berupa pembebasan berbagai jenis pajak dan bea terhadap sarana ataupun pelayanan angkutan, subsidi bahan bakar. Sedang subsidi langsung diberikan kepada pengusaha langsung untuk memberikan pelayanan yang disebut sebagai subsidi keperintisan.

Tarif angkutan non reguler[sunting]

Tarif non reguler dilaksanakan dengan cara carter/sewa/borongan untuk satu perjalanan. Perjanjian sewa dapat mengikuti[5] :

Time Charter (T/C)[sunting]

Kapal dapat disewa. Seolah-olah suatu badan yang beroperasi dan dipakai untuk suatu waktu tertentu. Si penyewa (charterer) membayar uang sewa dan bunker serta kapal dioperasikan sesuai kemauan penyewa. Uang sewa dapal dinyatakan sebagai biaya pcr hari atau biaya per ton DWT. Dalam time charter, pembagian biayanya adalah sebagai berikut:

  1. Pemilik Kapal (Owner)
    1. Depresiasi
    2. Asuransi
    3. Survei
    4. Overhead
    5. Gaji nakhoda/ABK
    6. Beberapa klaim muatan
    7. Brokerage
  2. Penyewa Kapal (Charterer)
    1. Uang sewa
    2. Bunker
    3. Uang pclabuhan
    4. Stevedoring
    5. Ballast
    6. Beberapa klaim muatan
    7. Air
  3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak time charter adalah:
    1. Tanggal nama dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa (charterer)
    2. Perincian dari kapal seperti nama tempat registrasi,besarnya ton,kapasitas, drafthorsepower, kekuatan mesin, kecepatan, pemakaian bahan bakar, peralatan bongkar /muat, pompa, heating coil, dsb.
    3. Keadaan kapal dan kelasnya.
    4. Batas pelayaran.
    5. Uang sewa, cara pembayarannya dan mata uang yang digunakan.
    6. Kerusakan/kelambatan yang dapat dikenakan off-hire.
    7. Waktu penyewaan (chartering) dimulai.
    8. Hak penyewa (charterer) untuk menyatakan keberatan, dan kemungkinan untuk dapat mengganti nakhoda atau chief engineer.
    9. Tindakan yang akan dilakukan pada waktu kerusuhan.
    10. Pelaksanaan arbitrase bila tidak ada kesesuaian pengertian.
    11. Cara kapal mengadakan dok tahunan (annual drydocking) pada waktu kontrak masih berjalan.
    12. Penyelesaian general average.

Voyage Charter[sunting]

Kapal disewa untuk memuat barang antara tempat A dan B. Boleh dikatakan bahwa pemilik kapal membayar semua biaya, kecuali biaya bongkar/muat dan stevedoring (FIOS tenns). Penyewa membayar uang tambang yang besarnya tergantung barang diangkut yang dinyatakan dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu pelayaran. Penyewa juga harus membayar biaya tambahan atas kelambatan bongkar/muat dari kapal. Hal ini dinamakan dennirragc. Namun bila lebih cepat dalam bongkar/muat maka si penyewa mendapat uang despatch, yakni uang insentit yang diberikan pemilik kapal kepada penyewa karena melakukan bongkar muat kurang dari waktu yang ditetapkan dalam kontrak. Uang despatch biasanya setengah dari demurrage.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak voyage charter adalah:[sunting]
  • Tanggal, nama. dan alamat dari pemilik kapal dan penyewakapal.
  • Perincian dari kapal, yakni nama, tempat registrasi, tonnage,kapasitas, draft, dan peralatan bongkar/muat sesuai denganmuatan yang akan dimuat.
  • Jenis muatan yang akan dimuat dan cara pemuatan.
  • Nama tempat memuat dan membongkar barang.
  • Tanggal kapal harus tiba di tempat pemuatan dan tanggal,bila terlambat, charter party dapat dibatalkan.
  • Waktu labuh (lay time) yang diperbolehkan, waktu,dimulainya, dan hari besar yang dapat dimasukkan dalam,charter party.
  • Biaya angkut (freight rate) dan mata uang yang digunakan.
  • Besarnya demurrage dan despatch, yang dihitung dengan membuat time sheet di pelabuhan muat dan di pelabuhan bongkar.
  • Agen atau perwakilan yang akan dipakai.
  • Cara menangani dan menyelesaikan persoalan pemogokan, kongesti pelabuhan,kekurangan muatan dsb.
  • Klausul untuk arbitrase dan general average seperti dalam time charter, juga rincian pelayaran dan kemungkinan kapal dapat mengadakan deviasi dalam keadaan tertentu.

Nakhoda juga harus membuat notice of readiness yang menyatakan kepada charterer bahwa kapal telah siap untuk muat/bongkar.  

Referensi[sunting]

  1. Mulyadi, Akuntansi Biaya, Salemba empat, Jakarta, 2005.
  2. Muttaqin Hasyim, Metode Penentuan Harga Pokok Produksi, http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/21/metode-penentuan-harga-pokok-produksi/ diunduh pada tanggal 16 Juli 2010
  3. Abdul Halim, Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga, BPFE-Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1999
  4. Dihitung berdasarkan perhitungan tarif angkutan penyeberangan tahun 2008 antara Merak – Bakauheni dengan mengguna kapal ukuran 4000 GT .
  5. Diangkat dari : Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Pemeriksaan Sarana Pengangkut Modul: Materi Manajemen Pemeriksaan Kapal, Pusat Pendidikan Dan Latihan Bea Dan Cukai Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta, 2008