Bahasa Indonesia/Bunyi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Bunyi bahasa merupakan bunyi, yang merupakan perwujudan dari setiap bahasa, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berperan di dalam bahasa. Bunyi bahasa adalah bunyi yang menjadi perhatian para ahli bahasa. Bunyi bahasa ini merupakan sarana komunikasi melalui bahasa dengan cara lisan. Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yaitu (1) sumber tenaga, (2) alat ucap penghasil getaran, dan (3) rongga pengubah getaran.

Beberapa konsep yang perlu diketahui adalah:

  1. Vokal dan konsonan
  2. Diftong dan gugus konsonan
  3. Fonem dan grafem
  4. Fonotaktik

Vokal dan konsonan[sunting]

Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan.

Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:

  • tinggi-rendahnya posisi lidah (tinggi, sedang, rendah)
  • bagian lidah yang dinaikkan (depan, tengah, belakang)
  • bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (normal, bundar, lebar/terentang)

Konsonan adalah bunyi bahasa yang arus udaranya mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:

  • keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara)
  • penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit)
  • cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan

Artikulator adalah alat ucap yang bersentuhan atau yang didekatkan untuk membentuk bunyi bahasa.

Daerah artiulasi adalah daerah pertemuan antara dua artikulator. Macamnya:

  • Bilabial - bibir atas dan bibir bawah (kedua bibir terkatup), mis.: [p], [b], [m]
  • Labiodental - bibir bawah dan ujung gigi atas, mis.: [f]
  • Alveolar - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gusi, mis.: [t], [d], [s]
  • Dental - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gigi depan atas
  • Palatal - depan lidah menyentuh langit-langit keras, mis.: [c], [j], [y]
  • Velar - belakang lidah menempel/mendekati langit-langit lunak, mis.: [k], [g]
  • Glotal (hamzah) - pita suara didekatkan cukup rapat sehingga arus udara dari paru-paru tertahan, mis.: bunyi yang memisahkan bunyi [a] pertama dan [a] kedua pada kata saat

Cara artikulasi adalah cara artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi. Macamnya:

  • Bunyi hambat - kedua bibir terkatup, saluran ke rongga hidung tertutup, kemudian katup bibir dibuka tiba-tiba. Mis.: [p] dan [b]
  • Bunyi semi-hambat - kedua bibir terkatup, udara dikeluarkan melalui rongga hidung. Mis.: [m]
  • Bunyi frikatif - arus udara dikeluarkan melalui saluran sempit sehingga terdengar bunyi berisik (desis). Mis.: [f] dan [s]
  • Bunyi lateral - ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah. Mis.: [l]
  • Bunyi getar - ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang. Mis.: [r]

Selain bunyi-bunyi di atas, ada bunyi yang cara pembentukannya sama seperti pembentukan vokal, tetapi tidak pernah dapat menjadi inti suku kata. Mis.: [w] dan [y]

Diftong dan gugus[sunting]

Diftong berhubungan dengan vokal, sedangkan gugus berhubungan dengan konsonan.

  • Diftong merupakan gabungan vokal dengan /w/ atau /y/, contohnya /aw/ pada /kalaw/ dan /baŋau/ (untuk kata "kalau" dan "bangau"), tetapi bukan /au/ pada /mau/ dan /bau/.
  • Gugus adalah gabungan dua konsonan, atau lebih, yang termasuk dalam satu suku kata yang sama. /kl/ dan /br/ (seperti dalam "klinik" dan "obral") adalah gugus, sedangkan /mp/ dan /rc/ (seperti dalam "tampak", "timpa", "arca", dan "percaya") bukanlah gugus dalam bahasa Indonesia.

Diftong adalah vokal yang berubah kualiasnya. Dalam sistem tulisan diftong biasa dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata "harimau" adalah diftong, sehingga <au> pada suku kata "-mau" tidak dapat dipisahkan menjadi "ma·u" seperti pada kata "mau". Demikian pula halnya dengan deretan huruf vokal <ai> pada kata "sungai". Deretan huruf vokal itu melambangkan bunyi diftong /ay/ yang merupakan inti suku kata "-ngai".

Diftong berbeda dari deretan vokal. Tiap-tiap vokal pada deretan vokal mendapat hembusan napas yang sama atau hampir sama; kedua vokal itu termasuk dalam dua suku kata yang berbeda. Bunyi /aw/ dan /ay/ pada kata "daun" dan "main", misalnya, bukanlah diftong, karena baik [a] maupun [u] atau [i] masing-masing mendapat aksen yang (hampir) sama dan membentuk suku kata tersendiri sehingga kata "daun" dan "main" masing-masing terdiri atas dua suku kata. Ini menciptakan permasalahan pada akhir kata yang berhuruf u/w dan i/y, karena, pengucapan yang sama saja pada akhir kata.

Gugus konsonan adalah deretan dua konsonan atau lebih yang tergolong dalam satu suku kata yang sama. Bunyi [pr] pada kata "praktik" adalah gugus konsonan, tetapi [kt] pada kata yang sama itu bukanlah gugus konsonan. Pemisahan bunyi pada kata itu adalah prak·tik.

Dengan contoh di atas jelaslah bahwa tidak semua deretan konsonan itu selalu membentuk gugus konsonan. Dalam bahasa Indonesia cukup banyak kata yang memiliki dua konsonan yang berdampingan, namun belum tentu deretan itu merupakan gugus konsonan. Contoh lain dari deretan dua konsonan yang bukan gugus konsonan adalah "cipta", "aksi", dan "harga".

Fonem dan grafem[sunting]

Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya. Dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../.
/p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:

pola — /pola/        : bola — /bola/
parang — /paraŋ/     : barang — /baraŋ/
peras — /pɘras/      : beras — /bɘras/

Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan bunyi ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonesia mempunyai dua variasi.

Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku [...]. Kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>], maka kita dapat berkata bahwa dalam bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].

Grafem berbicara tentang huruf, sedangkan fonem berbicara tentang bunyi. Seringkali represenasi tertulis kedua konsep ini sama. Misalnya untuk menyatakan benda yang dipakai untuk duduk yang bernama "kursi", kita menulis kata kursi yang terdiri dari grafem <k>, <u>, <r>, <s>, dan <i>, dan mengucapkannya pun /kursi/ - dari segi grafem ada alima satuan, dan dari segi fonem juga ada lima satuan. Akan tetapi, hubungan satu-lawan-satu seperti itu tidak selalu kita temukan. Kata "ladang" mempunyai enam grafem, yakni <l>, <a>, <d>, <a>, <n>, dan <g>. Dari segi bunyinya perkaatan yang sama itu hanya mempunyai lima fonem, yakni /l/, /a/, /d/, /a/, dan /ŋ/ karena grafem <n> dan <g> hanya mewakili satu fonem /ŋ/ saja.

Bunyi yang dinyatakan oleh grafem <p> dan <g> dalam bahasa Indonesia jelas sangat berbeda. Sebaliknya, bunyi yang dinyatakan oleh grafem <p> dan <b> sangat berdekatan. Dengan perbedaan dan kemiripan seperti itu maka dalam percakapan telepon, perkataan "pula" dan "gula" tidak akan keliru ditangkap, sedangkan "pola" dan "bola" dapa dengan mudah membingungkan kita.

Fonotaktik[sunting]

Fonotaktik

Pola Suku Kata[sunting]

Pola suku kata yang umum dalam bahsa Indonesia, yaitu :

  1. Suku kata berpola SV
    • Contoh : Buku, ragam, sepatu, ranun, dsb.
  2. Suku kata berpola VK
    • Contoh : Iman, indah, arsip, untung, dsb
  3. Suku Kata berpola VKK
    • Contoh : Eksperimen
  4. Suku kata berpola KKV
    • Contoh : Klimaks, klasik
  5. Suku kalimat berpola KVK
    • Contoh: indah, struktur, gelap dsb.
  6. Suku kata berpola KKVK
    • Contoh: praktis, transmigran, dsb.
  7. Suku kata berpola KKKVK
    • Contoh: Struktur, konstruksi, dsb
  8. Suku kata berpola KKVKK
    • Contoh: Transmigrasi