Afrika/Sejarah/Afrika Barat

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Patung tanah liat buatan suku Nok

Manusia sudah tinggal di Afrika Barat selama ribuan tahun. Ada beberapa sungai besar di sana, yaitu sungai Niger, sungai Senegal dan Sungai Volta. Semua sungai ini membuat orang-orang mudah melakukan perjalanan memakai perahu. Selain itu sungai-sungai ini mengandung banyak ikan. Ditambah lagi, ketika banjir, sungai ini menyebarkan endapan lumpur yang membuat tanah menjadi subur. Walaupn begitu, sungai-sungai ini menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk pembawa demam kuning dan malaria. Tetapi orang-orang yang tinggal di Afrika Barat secara berangsur-angsur memiliki imunitas terhadap penyakit-penyakit ini.

Sekitar 1500 SM, suku Nok tinggal di desa-desa kecil dan bertani jawawut di tempat yang sekarang menjadi Nigeria. Mereka juga membuat gerabah untuk memasak. Sejak kira-kira 900 SM, para perajin membuat patung terakota (tanah liat). Kemungkinan patung-patung ini digunakan sebagai batu nisan. Akan tetapi metode pertanian suku Nok menghabiskan tingkat kesuburan lahan. Akibatnya sekitar 400 SM, suku Nok pun harus berpindah mencari tempat baru.

Topeng tembaga buatan suku Yoruba

Di kawasan lainnya di Afrika Barat, yaitu di Nigeria sekitar 300 SM, suku Ife (Yoruba) mengolah besi dan membuat manik-manik kaca menggunakan ubub dan penghembus dari kulit. Tidak diketahui apakah orang-orang di Afrika Barat menciptakan sendiri proses ini, atau mempelajarinya dari pandai besi Afrika Utara atau Sudan.

Pada masa ini pula, sebagian orang Afrika Barat, mungkin dari sebelah timur di Kamerun modern, mulai meninggalkan Afrika Barat dan berangkat ke timur, melintasi padang rumput Afrika di sebelah selatan gurun Sahara, dan bergerak ke tenggara melalui hutan hujan. Mungkin ini karena perubahan iklim membuat Sahara menjadi lebih kering, dan karena ada semakin banyak orang di Adrika Barat. Mungkin mereka mencari lahan pertanian baru.

Proses perpindahan ini tidak berlangsung sekaligus, melainkan dalam kelompok-kelompok kecil, yang berpindah secara berangsur-angsur melalui Afrika timur dan selatan. Orang-orang ini disebut suku Bantu. Senjata besi Bantu mungkin membantu mereka menaklukan masyarakat yang mereka temui, atau mungkin mereka memberikan cangkul besi dan manik-manik kaca. Pada masa itu, manik-manik memang digunakan sebagai alat pembayaran.

Patung tanah liat Djenne-Djenno

Pada 400-an M, bangsa Bantu mencapai kawasan Afrika Selatan. Di sana mereka bertani atau beternak domba dan sapi. Sedangkan sebagian lainnya yang tetap menjadi pemburu-pengumpul terusir dari lahan pertanian yang bagus dan terpaksa berpindah ke gurun. Namun banyak pula orang Bantu yang tetap tinggal di Afrika Barat. Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan besar.

Sekitar 250 SM, ada kerajaan kuat di Djenne-Djeno (Mali modern), di dekat sungai Niger di Afrika Barat. Para saudagar Djenne-Djeno berlayar di sepanjang sungai Niger. Mereka memperjualbelikan besi dan batu basalt untuk membuat batu asah. Pada 500 M, orang-orang Djenne-Djenno juga mengolah tembaga, yang didatangkan dari selatan (Kamerun modern) lebih dari 600 mil jauhnya. Para saudagar Djenne-Djeno menjual gerabah di sepanjang sungai Niger. Pada masa tersebut, ada sekitar dua puluh ribu orang yang tinggal di Djenne-Djeno. Ada kota-kota kecil yang mengelilingi satu kota utama.

Wilayah kekuasaan Kekaisaran Ghana

Sekitar 400 M, muncul kekaisaran yang lebih besar, yaitu Kekaisaran Ghana yang menyatukan Mauretania barat dan Mali timur. Dengan memanfaatkan kafilah unta untuk melintasi Gurun Sahara, Kekaisaran Ghana berperan sebagai perantara, menjual emas dari selatan ke Afrika Utara dan membeli garam. Mereka juga berdagang dengan kerajaan Djenne-Djeno di tenggara. Kekaisaran Ghana memiliki pasukan sebanyak dua puluh ribu pemanah.

Pada masa ini, orang-orang dari Afrika utara (Maroko dan Tunisia modern) -- dari Kekaisaran Romawi -- mulai bermigrasi ke selatan ke Kekaisaran Gana dan lebih jauh di sepanjang pesisir Atlantik. Penyebabnya mungkin adalah serbuan bangsa Vandal ke Afrika Utara. Di Afrika Barat, para pengungsi ini menikah dengan para penduduk setempat dan membentuk suku yang disebut Fulani.