Afrika/Sejarah/Meroe dan Aksum

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Manusia berevolusi dari primata purba sekitar satu juta tahun yang lalu. Ini mungkin terjadi di atau dekat kawasan Sudan modern, sebelah selatan Mesir. Pada awalnya semua manusia merupakan pemburu dan pengumpul. Sekitar 4000 SM, bangsa Nubia mengembangkan milet dan sorgum. Di Aksum (kini Ethiopia dan Eretria), manusia menanam bahan makanan pokok lainnya yang disebut teff. Pada masa yang sama, bangsa Nubia menjinakkan keledai. Mereka juga mulai menggembalakan sapi yang mereka dapatkan dari utara, dan memakan kurma dari Jazirah Arab. Selain itu mereka membangun istana dari bata lumpur bagi raja-raja mereka, mempelajari astronomi dan menggunakan irigasi untuk mengelola air.

Patung-patung kecil yang menampilkan para pemanah Nubia dalam pasukan Mesir

Bangsa Nubia berdagang dengan Mesir sejak awal Zaman Perunggu. Pada awal 3000 SM, ada jalur perdagangan dari Nubia, sebelah selatan Mesir, ke sepanjang sungai Nil hingga ke Laut Tengah. Bangsa Nubia mengajari bangsa Mesir cara bertani millet. Bangsa Nubia juga menjual banyak komoditas kepada bangsa Mesir, termasuk keledai, emas, gading, bulu, hewan hidup semacam gajah dan singa, serta budak. Bangsa Nubia juga menjual diorit padat, yaitu batu hitam keras, dan granit yang digunakan oleh bangsa Mesir untuk membuat patung, serta menjual pula batu berharga seperti batu ahmar dan batu akik.

Patung Shanakdakhet

Dalam perdagangan dengan bangsa Mesir, bangsa Nubia membeli kain linen dan kapas, kaca, perhiasan, parfum dan minuman anggur. Bangsa Nubia juga memanfaatkan laba mereka untuk menyewa arsitek, insinyur, akuntan dan pendeta Mesir untuk bekerja dalam proyek-proyek Nubia. Sekitar 500 SM, Firaun Mesir Hatshepsut melakukan perdagangan emas, gading dan bulu dengan Ati, Ratu Punt.

Pada masa ini, terjadi pula peperangan antara Nubia dan Mesir. Firaun Mesir Tutmosis I menyerbu Nubia, dan mencaplok Kerajaan Kush sampai sejauh riam kelima Nil pada 1580 SM. Bisa dibilang Mesir mendominasi Nubia selama kita-kita lima ratus tahun berikutnya. Sedangkan sisa-sisa kekuasaan Nubia berpindah lebih jauh ke selatan menuju kerajaan Meroe.

Akan tetapi setelah runtuhnya Kerajaan Lama Mesir – sekitar 1000 SM – Kerajaan Kush mulai menjadi kuat lagi. Pada tahun 748 SM, Kush menyerang dan menaklukan Mesir (sebagai Dinasti ke-25). Pada 664 SM, Assyria menaklukan Mesir. Dari bangsa Assyria, bangsa Kush belajar cara mengolah besi. Mereka menggunakan besi untuk menjadi lebih berkuasa dibanding sebelumnya.

Setelah 150 tahun, pada 591 SM, bangsa Mesir di bawah kepemimpinan Firaun Psammetikus II berhasil mengusir bangsa Kush dan menaklukan kembali Nubia. Ketika Mesir dikuasai oleh Persia sekitar 500 SM, Kush dan Meroe juga berada di bawah pengaruh Persia. Akan tetapi pada 350 SM, Meroe menjadi semakin miskin. Ini mungkin karena semakin ramainya perdagangan melalui Laut Merah. Meroe, yang berlokasi di sepanjang sungai Nil, tidak diuntungkan oleh perdagangan ini. Sedangkan kerajaan tetanganya, Aksum, mendapatkan keuntungan. Ratu Shanakdakhete brangkali memerintah Meoroe pada 160 SM. Dia merupakan yang pertama dalam rangkaian perempuan yang berkuasa di Afrika Timur.

Relief Amanishakheto

Setelah Romawi menaklukan Mesir pada 30 SM, Kush berusaha menyerbu Mesir lagi. Namun Romawi menghalau Kush pada 24 SM. Pada akhirnya mereka menyepakati perjanjian damai. Sejak itu Romawi berdagang di sepanjang Laut Merah langsung dengan Kush dan Aksum, alih-alih melalui Mesir. Secara umum, kekuasaan di Nubia bergerak menjauh ke selatan. Di sepanjang Laut merah dan bukannya sungai Nil. Tetapi para wanita terus berkuasa. Hingga 100 M, ada serangkaian wanita penguasa di Meroe yang dikenal sebagai Kandakes. Amanishakheto, kemungkinan yang pertama dalam rangkaian penguasa ini, menghalau pasukan Romawi yang dikirim oleh Augustus sekitar 10 SM.

Wilayah Kerajaan Aksum pada puncak kekuasaannya pada abad ke-6 M.

Dimulai sekitar 300-an M, bangsa Nubia memeluk agama Kristen, mengikuti ajakan bangsa Mesir dan para saudagar Romawi. Pada masa ini, diperkenalkannya roda air untuk irigasi membantu Nubia menghasilkan lebih banyak gandum, jelai, milet, anggur dan kurma dibanding sebelumnya. Meskipun ada serbuan Islam dan pendirian dinasti Fatimiyah di sana pada akhir 600-an M, bangsa Nubia tetap menjadi orang Kristen. Pada 641 M, Fatimiyah menyepakati perjanjian dengan Nubia yang memungkinkan bangsa Nubia melintasi Mesir menuju Yerusalem untuk beribadah. Perjanjian ini juga menciptakan perdagangan di mana bangsa Nubia menjual budak pada Mesir dan membeli gandum, anggur dan pakaian. Perjanjian ini ditaati selama lebih dari lima ratus tahun.

Sementara itu, Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) bekerja keras menjaga hubungan dengan Aksum, demi mencegah Abbasiyah dan Fatimiyah mendapatkan kendali penuh atas perdatangan Afrika. Di Aksum, para raja dan pendeta berbicara bahasa Yunani. Selain itu sebagian orang mengenakan pakaian Bizantium. Bangsa Aksum menjual gading kepada para pedagang Romawi, serta membeli perhiasan dan kaca Romawi.

Para arstiek membangun gereja Kristen memakai batu pasir lokal. Sedangkan para seniman menghiasi gereja dengan gambar-gambar keagamaan. Namun pada 1200-an M, dengan runtuhnya Fatimiyah di Mesir, dan melemahnya Kekaisaran Romawi Timur, Aksum juga ikut melemah. Suku-suku nomaden Arab berulang kali melancarkan serbuan. Akhirnya, setelah 1300 M, Aksum dipimpin oleh raja Islam. Banyak gereja diubah menjadi masjid.