Electric-Man/18

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Christine menceritakan semua kesedihan kepada Roselina dan menyatakan bahwa kekasihnya Rogan adalah penjahat atau anggota teroris. Roselina hanya bisa menghibur hati Christine. Ayahnya pun ikut menghibur putrinya.

Saat Roselina hendak berjalan menuju bus mereka Ricky dan yang lainnya mendekat dan menyalaminya.

“Rose, kau tak apa-apa, kan”, tanya Ricky.

“Hmmm..., aku baik-baik saja...”, jawab Roselina cuek.

“Oooiii..., semuanya...”, sorak Mario yang baru saja keluar dari persembunyiannya. “Apa yang terjadi di sini”, tanya Mario pura-pura tidak tahu.

“Panjang ceritanya...”, jawab Roselina setengah senang dan setengah cuek.

“Kau dari mana saja, Mario”, tanya Roy.

“Ada panggilan dari kantor, tadi...”, jawab Mario berbohong.

“Eh, Mario...”, Christine merasa senang atas kehadiran Mario.

“Eh, Chris...”, menoleh ke arah Chirstine dan langsung menyalamnya.

Akibat tindakan Mario, Roselina jadi cemburu karena di hatinya masih rasa terhadap Mario meski pun hatinya mulai terpaut kepada E-Man. Roselina pura-pura tak acuh, dan mengajak teman-temannya masuk ke bus. Mario merasa sedikit kesal atas tindakan Roselina yang tidak perduli padanya.

“Teman-teman, kita balik saja...”, ajaknya kepada Roy dan teman-temannya.

“Mario, apa kamu tidak ikut...”, tanya Roy setelah dia berada di pintu kedua bus.

“Oh...! Maaf, aku harus ke kampung karena ada yang harus kukerjakan...”, jawab Mario berbohong namun sedikit kesal.

“Okelah kalau begitu...”, balas Roy agak kesal dengan jawaban Mario.

Mereka pun akhirnya masuk ke bus, dan bus meninggalkan lokasi hotel. Namun kekesalan Mario juga belum hilang karena Roselina tidak perduli dengannya. Sementar Christine dan ayahnya senang bertemu kembali dengan Mario.

Di dalam bus, Roselina dibayang-banyangi oleh E-Man yang telah menyelamatkannya, namun dia juga dibayangi oleh Mario.

“Ukhhh..., kenapa wajah Mario ikut membayangi pikiranku...”, gumamnya dengan resah. “E-Man...! Mario...! Keduanya berbeda...! E-Man! Ya, dia lebih baik”, sambungnya dalam hati dengan membandingkan E-Man dengan Mario.

Christine juga dibayangi oleh E-Man dan melihat wajah Mario. Dia juga membandingkan keduanya, namun dia ternyata lebih memilih Mario.

“Rose..., andai kau tahu bahwa akulah E-Man, kurasa dirimu akan tergila-gila padaku”, gumam Mario kesal. “Tapi aku tidak mau membongkar jati diri E-Man kepadamu. Aku tak mau dirimu menjadi korban kejahatan untuk mengalahkanku”, sambungnya dalam hati.

Mario sadar bahwa dirinya dipandang-pandangi terus oleh Christine. Mario jadi kikuk.

“Eee..., koq kamu memandangi aku terus...”, tanya Mario agak grogi.

“Aku suka, kenapa...”, jawabnya dengan membalas pertanyaan Mario sambil tersenyum.

“Hehehe, tidak apa-apa...! Jadi malu aja...”, jawab Mario malu-malu kucing.

“Aku suka E-Man, tapi aku lebih menyukaimu...”, tiba-tiba Christine mengungkap isi hatinya.

Ayahnya malah tersenyum-senyum mendengar ucapan Christine, sementara jantung Mario semakin berdetak keras, tapi dia belum bisa pastikan apakah ungkapan Christine itu benar atau tidak.

“Andai bang Mario adalah E-Man, aku akan semakin sangat suka kepada abang...”, sambung Christine, kali cukup menggetarkan hati Mario.

“Ukhh...”, hati Mario sedikit tersentak.

“Ehem-ehem....! Sudah sudah, ajak pamanmu supaya kita pulang...”, kata Ayah Christine pura-pura tidak tahu situasi yang dialami oleh Mario dan Putrinya.

“Kami pulang dulu, nak...”.

“Kami pulang, bang...”, sambung Christine.

“Iya, silakan...”.

“Iya...! Aku adalah E-Man...”, ujar Mario dalam hati sambil melihat Christine dan ayahnya menemui paman Christine (adik istri ayahnya) dan masuk ke dalam mobil.

Waktu menunjukkan pukul 20.15 WIB, Mario sedang duduk sambil menim kopi di sebuah kedai di desa Hutagalung. Sambil minum kopi atau teh, para tamu yang ada ada warung serius menonton berita. Sementara Mario sedang melamun.

“Selamat malam! Kami akan menyampaikan berita terkini melalui layar kaca pemirsa yang ada di rumah. Sekitar pukul 10.00 WIB, tadi pagi, para geromboloan teroris atau organisasi yang bernama Rojan Gan’k telah membajak Diamond Tapanuli Hotel. Hal itu dibenarkan Kepala Polisi Kepala Kepolisian Wilayah Kota Tarutung, dan juga Bapak Walikota Tarutung. Komandan KOPASUS TNI-AD dan PIN juga ikut membenarkan peristiwa naas tersebut, yang saat itu beserta pasukannya segera mengamankan TKP. Para teroris menyandera direktur beserta anak buahnya dan juga para tamu yang ada di hotel. Pimpinan teroris sempat meminta tebusan sebanyak 100 miliyar rupiah. Situasi akhir terkendali setelah E-Man atau Electric-Man alias Manusia datang menyelamatkan para sandera dan merobohkan semua para teroris. Perincian korban, satu orang tewas tertembak yang bernama Letnan Parto anggota Polwil. Kota Tarutung, dua orang anggota polisi luka-luka ringan. Sedangkan dari pihak teroris, dua orang tewas yakni Rogan dan Janus, satu orang luka-luka berat yakni Jarot pimpinan teroris, dan beberapa anggota geng sedikit luka-luka berat. Semua itu dilakukan oleh E-Man, kecuali Janus yang ditembak oleh Bapak Kol. Yanto, Kepala Kepolisian Wilayah Kota Tarutung. Sementara para sandera baik-baik saja kecuali satu orang yang bernama Ricky, mendapat luka-luka ringan. Tidak diketahui secara pasti bagaimana para teroris bisa masuk, sebab pemangamanan di hotel sangat ketat. Namun direktur beserta karyawannya mengucapkan terima kasih sedalam-dalam kepada E-Man. Yang menjadi pertanyaan utama, siapakah E-Man? Kemungkinan anda yang sedang menonton berita ini. Kami belum dapat mengungkapkan siapa E-Man yang sebenarnya. Saya Meliyanti dari studio Tarutung TV, melaporkan. Sekian dan terima kasih!”

Para tamu warung terheran-heran dan membicarakan berita yang baru saja mereka tonton. Salah satu pun meminta sang pemilik warung untuk mengganti saluran, dan ternyata berita itu juga yang disiarkan dari saluran yang berbeda. Mereka tidak sadar E-Man ada di antara mereka

“Rose...”, Mario teringat Roselina kembali. “Aku masih mencintaimu. Tapi Christine juga aku cintai...”.

“Oh tidak...! Aku mencintai dua wanita...”, dia sadar bahwa mencintai dua hati adalah salah. “Tidak, aku tidak akan memilih satu pun...”, ia membuat keputusan bulat.