Seratus Hari/Menggali Lubang Masing-masing

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Hilangnya para pemuda pembuat onak di pasar tidaklah menjadi pembicaraan dan meresahkan apabila dalam kurun waktu yang cukup singkat terjadi terlalu sering. Belasan dalam dua minggu. Perubahan yang mencolok dalam kelompok tukang nonkrong itu.

Desas-desus pun mulai dihembuskan angin. Ada yang bilang mereka pindah ke tempat lain, mencari lahan pekerjaan yang lebih baik. Ada yang bilang mereka bergabung dengan gerombolan begal di sisi lain hutan. Ada juga yang bilang mereka mungkin insaf dan kembali ke kampung mereka masing-masing. Ya, sebagaian besar dari mereka memang tidak berasal dari sini, melainkan dari tempat lain.

Reiche yang bertugas untuk menjemput para pemuda tersebut dan mengantarkannya kepada gurunya Panutu tidak lagi melakukan hal itu seperti kali-kali pertama. Terlalu mencurigakan bahwa ia muncul dan kemudian orang yang pergi bersamanya benar-benar hilang. Untuk kali-kali awal ia dapat berbohong bahwa mereka telah memperoleh imbalan dan tidak ingin kembali ke kelompoknya untuk berbagi. Suatu alasan yang diterima oleh orang-orang yang memikirkan dirinya sendiri itu. Dan dengan bertambah baiknya kesehatan gurunya, Panutu mulai dapat bergerak lebih lincah, walaupun belum sembuh benar, sehingga dapat mencegat sendiri para pemuda mangsanya itu saat mereka berjalan sendiri di malam hari.

Hilangnya para pemuda yang terlihat acak, membuat kecurigaan tidak lagi tertuju pada Reiche. Pada awal-awalnya sempat para pemuda itu menangkap dan menanyakan hal itu kepada dirinya. Akan tetapi dengan berkelit dan menjanjikan sejumlah imbalan, mereka segera lupa dan mau melakukan permintaannya. Untuk itu beberapa benar-benar bekerja menggali dan diberi uang dan kembali. Untuk menutupi kecurigaan. Panutu saat itu tidak datang ke tempat hanya menunggu di rumah. Pun kegiatan itu memang hanya untuk menutupi kejadian sebenarnya, bukan benar-benar untuk memangsa mereka.

Demikianlah selain hilangnya para pemuda tukang onar yang menjadi pembicaraan, juga adanya harta karun yang akan digali. Tapi berita terakhir ini hanya di antara para pemuda itu beredar dan mereka berencana untuk menggalinya sendiri, tidak lagi menunggu Reiche untuk menunjukkan tempatnya. Peta dari Reiche telah mereka rampas. Yang mereka tidak tahu bahwa peta itu adalah palsu belaka.

Dan malam ini mereka berniat untuk pergi ke sana. Ke bukit di sisi lain desa. Sisi luar yang berlawanan dengan hutan di luar sisi lain desa. Bersepuluh mereka bergegas berjalan. Sisa dari teman-teman mereka yang ada. Mereka tak ambil pusing bahwa jumlah mereka telah berkurang. Jumlah yang sedikit akan membuat mereka dapat lebih banyak bagian dari harta karun itu. Begitu pikir mereka. Anda saja mereka tahu apa yang akan menjelang mereka di bukit sana.

"Ini tempatnya?" tanya seorang dari mereka.

"Ya, betul! Dulu aku menggali di sana!" ucap seorang dari mereka. Orang itu adalah yang dibiarkan pulang dengan selamat oleh Reiche dan diberi imbalan sebenarnya, Tigaan. Ada dua orang yang benar-benar bekerja dan selamat.

Rekannya yang juga mengenali tempat itu menangguk mengiyakan. Dengan demikian yakinlah rekan-rekannya yang lain.

"Dan mana galianmu?" tanya seseorang kepada orang yang mengiyakan tempat itu.

"Di sana, di belakang pohon itu!" tunjuknya pada sebuah pohon besar yang berdiri angker di atas sebuah bongkahan tanah. Batu-batu besar tampak berjejer menemaninya.

"Hmmm..," ucap seorang dari mereka. Terlihat bahwa ia yang paling dapat 'berpikir' di antara mereka. "Jika sudah dua tempat digali dan belum ketemu.., bagaimana kita bisa yakin akan menemukannya? Bukit ini cukup luas untuk semuanya digali dan batu-batunya dibalikkan.., untuk dilihat ada apa di bawahnya."

"Ya, betul!" ucap seseorang.

"Kalau begitu...?" tanya yang lain.

"Lebih baik kita lihat peta yang telah dirampas dari Reiche itu," usul seseorang.

Rekan-rekannya mengangguk setuju. Peta tersebut pun dibentangkan di atas batu ceper yang ada di sana. Kesepuluh orang itu berkerumun dan mulai memperhatikan apa-apa yang tertera di sana.

"Ada dua puluh tujuh titik di peta ini..," ucap seseorang sambil menunjukkan titik-titik yang diberi tanda khusus di atas peta itu. "Dan beberapa telah diberi tanda silang!"

"Mungkin telah digali dan dicari tapi tidak ada?" ucap yang lain sambil memperhatikan dan katanya kemudian, "... benar!! Lihat dua lubang terakhir itu juga telah disilang!!"

"Kalau begitu, kita tinggal menggali titik-titik yang lain..," ucap seseorang.

"Pas sepuluh titik lagi..," tiba-tiba seorang dari mereka menyeletuk setelah tak sengaja ia menghitung jumlah titik-titik yang masih tersisa.

"Ayo, siapa tahu satu dari kita beruntung!!" sorai seseorang yang segera mengambil alat galinya dan menuju ke suatu tempat yang telah dihapalnya dari atas peta itu.

Rekan-rekannya yang tahu mau ketinggalan segera memilih posisinya masing-masing. Hanya seseorang yang tadi masih tampak berpikir sedang melihat-lihat posisi titik-titik itu. Teringat olehnya lokasi titik-titik itu seperti mengingatkannya pada sesuatu. Entah apa. Ia telah lupa. Sorak-sorai rekan-rekannya mengalahkan kegalauannya akan posisi dan jumlah titik-titik itu. Ia pun bergegas menggapai alat galinya, meraup peta itu ke dalam sakunya dan bergegas menggali setelah tiba di tempat yang dimaksud. Tempat yang tersisi dari titik-titik yang ditunjukkan oleh peta tersebut.

Sementara itu, tak jauh dari sana tampak seorang bertubuh besar dan subur mengamat-amati dari jauh. Langkah yang ringan membuat geraknya tak terdengar. Hanya napasnya yang masih agak kasar dan memburu, menunjukkan ia masih menderita luka dalam. Panutu. Ia tampat tersenyum menyaksikan calon-calon korbannya sedang menggali kuburnya sendiri. Malam ini ia akan berpesta. Tepat pula dengan waktu bulan purnama. Waktu yang sengaja dipilih para pemuda, sehingga mereka tidak perlu membawa penerangan yang berlebihan. Kondisi yang tepat untuk kebutuhan Panutu.

Kukuk burung hantu tampak terdengar takut-takut, seakan-akan tahu bahwa air kehidupan orang-orang itu akan segera tertumpah tak lama lagi. Darah akan membasahi bumi dan memuaskan dahaga seorang yang lupa akan rasa hormatnya terhadap kehidupan, bahkan terhadap sesamanya.


Bila anda tidak berkenan dengan jalan cerita Seratus Hari yang dituliskan di sini, silakan anda mengubahnya!