Seratus Hari/Siasat Menepuk Beberapa Lalat Sekaligus

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Pemuda itu tampak tegang. Dengan cepat dibolak-baliknya lembar-lembar kertas yang ada ditangannya. Ditatapinya satu persatu dan dibandingkannya dengan yang lain. Tak percaya ia kemudian mengambil sebuah kitab kuno dan melihat tulisan aslinya, membandingkan dengan rumusanya ia buat dan hasil terjemahan kawannya. Persis. Sama. Tidak mungkin terjadi salah menerjemahkan.

"Pengobatan dengan menggunakan air kehidupan mencapai puncaknya saat bulan purnama. Di saat itu orang yang diobati dengan meniadakan kehidupan lain akan pula memiliki kelemahan: hawa energinya menjadi paling tinggi dan dapat dengan mudah dipindahkan lagi ke tubuh yang baru berikut energinya sendiri. Habis. Oleh karena itu jenis pengobatan ini tidak dianjurkan dilakukan antara orang-orang belum benar-benar kenal dan saling percaya. Manfaat energi yang menggoda dan mudah dipindahkan sering memicu pertentangan dan pengkhianatan."

Keringat dingin tampak menetes di dahi pemuda itu. Ia sempat bergumam, "Jika aku lakukan.., energi guru Panutu akan menjadi milikku. Juga energi dari orang-orang itu.." Matanya tampak menyipit dan keningnya berkerut. Tak lama ia tampak menjadi tenang dan kerutan di wajahnya hilang. Rupanya telah tiba keputusan dalam benaknya. Entah apa.

"Tok-tok-tok!!" ketukan di pintu menyadarkannya dari lamunan. Segera ia mengamankan kertas-kertas dan kitab yang berserakan itu. Merapikannya dan menyelipkannya dalam tumpukan buku-buku yang menyemut di rak buku dekatnya berada.

"Maaf, nak Reiche! Ada orang-orang dari desa yang ingin bertemu. Tampaknya ada hal-hal yang kurang baik," ucap pengasuhnya, orang yang mengetuk pintu itu.

"Terima kasih, paman!" jawabnya cepat. Ia pun bergegas keluar untuk menemui orang-orang yang menginginkannya.

"Hati-hati, nak!" pesan pengasuhnya.

"Ya, paman!" jawabnya kembali pendek. Ya, ia sudah ada rencana. Rencana yang bisa menyelesaikan semuanya. Membereskan kebingungannya selama ini. Sekali tepuk beberapa lalat akan berkalang tanah.

Sesampainya di depan pendopo rumahnya tampak dua puluhan orang sudah menunggu. Beberapa dikenalnya karena sering berurusan dengan ayahnya dalam hal berdagang, lainnya paling tidak sudah ia kenal wajahnya karena sering bersua walau sekadar bertegur sapa belaka.

Mereka pun mengutarakan maksud mereka berkenaan dengan kabar tak sedap yang menyangkut hilangnya para pemuda tukang nongkron di pasar. Dan juga adanya desas-desus harta karun di bukit di luar desa.

Mendengar itu Reiche dengan sabar menjelaskan bahwa ia tidak tahu apa-apa, itu semua adalah permintaan dari gurunya Panutu yang minta ia mencarikan bala bantuan untuk suatu urusan di bukit sana.

"Mungkinkan orang itu, Ki Panutu yang membunuh pemuda-pemuda itu?" tanya seorang dari mereka.

Reiche hanya mengangkat bahu. Tapi ia menambahkan, "Mungkin baiknya kita bertemu sendiri saja dengannya untuk minta penjelasan."

Usulnya itu disambut dengan berbagai anggukan dari orang-orang yang berkumpul.

"Nanti malam kabarnya ia ada di sana, dekat tengah malam," ujar Reiche.

"Baik, jika begitu. Sebelum tengah malam kita berkumpul dan bersama-sama ke sana. Mungkin saja bila ia pelakukan, kita bisa menangkap basah ia," ujar seseorang.

Yang lain-lain mengangguk-angguk mengiyakan. Mereka pun kemudian bubar untuk nanti malam kembali berkumpul di alun-alun desa.

Selepasnya orang-orang itu pergi, Reiche kembali memikirkan masak-masak apa yang harus ia lakukan agar rencananya benar-benar berjalan dengan lancar dan tidak mengarahkan kecurigaan kepada dirinya. Bila saja guru Pambuka sempat berbuka cakap, bisa habis ia juga menjadi sasaran orang-orang desa. Ia perlu hati-hati. Dan yang harus segera dilakukan adalah memastikan bahwa guru Pambuka berada di sana pada malam ini. Untuk itu ia menugaskan seseorang untuk mengirim pesan ke sana.

Yang tidak diketahui Reiche adalah bahwa sisa-sisa pemuda tukang nongkrong itu juga bersiap-siap malam ini untuk pergi ke bukit sana. Untuk menggali harta karun yang didengarnya dari dua orang anggota mereka yang telah membantu Panutu menggali sebuah lubang masing-masing satu.


Bila anda tidak berkenan dengan jalan cerita Seratus Hari yang dituliskan di sini, silakan anda mengubahnya!