Pembenahan Transportasi Jakarta/Parkir

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Latar Belakang[sunting]

Bahwa kemacetan lalu lintas sudah sedemikian mengganggu efektivitas dan efisiensi sistem transportasi di Ibukota Jakarta dan kalau tidak diambil langkah yang nyata maka jumlah jalan yang mengalami kemacetan semakin banyak sebagai akibat pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang sangat tinggi, sehingga pada gilirannya memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kota.

Bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem transportasi di Ibukota Jakarta perlu diambil langkah untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi salah satunya dapat ditempuh dengan menerapkan kebijakan perparkiran sebagaimana juga baru-baru ini diterapkan di kota Beijing yang menaikkan tarif 5 kali, Bangalore yang menaikkan tarif 4 kali serta beberapa kota lainnya.

Bahwa kebijakan ini perlu diambil dalam rangka mengendalikan penggunaan kendaraan bermotor pribadi di DKI Jakarta yang juga merupakan amanat Undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kususnya sebagaimana diatur dalam pasal 133. Kebijakan ini selaras pula dengan seruan Presiden R.I. Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Instrumen Kebijakan Perparkiran[sunting]

Kebijakan yang terkait perparkiran meliputi: Kebijakan yang berkaitan dengan besaran tarif; Kebijakan yang piperlukan untuk melancarkan arus lalu lintas; Kebijakan yang merupakan dan mengarah kepada pembatasan penggunaan ruang parkir serta Kebijakan yang akan berdampak terhadap kelancaran dan keamanan pejalan kaki yang berjalan di trotoar. Pada tabel berikut dapat dilihat rincian kebijakan tersebut:

Kebijakan Tarif Parkir[sunting]

Tarip parkir merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang parkir. Beberapa kota besar didunia bahkan menerapkan tarip yang sangat tinggi. Pada tabel berikut ditunjukkan besarnya pengeluaran untuk parkir dibeberapa kota besar[1].

Dengan dasar hukum permintaan dalam teori ekonomi dapat diterapkan kebijakan tarip, dengan semakin tingginya tarip maka diharapkan jumlah pengguna ruang parkir berkurang. Dampak kebijakan tarif parkir terhadap demand berdasarkan kajian yang dibuat oleh Todd Litman[2] mengemukakan bahwa setiap peningkatan tarip parkir sebesar 10 persen akan mengakibatkan penurunan penggunaan parkir sebesar 0,7 -0,8 persen, meningkatkan penggunaan angkutan umum sebesar 3,71 persen dan bersepeda sebesar 0,9 persen. Angka ini lebih besar lagi untuk jangka pendek, pada saat kenaikan baru diterapkan dapat mengakibatkan elastisitas menjadi sekitar – 0,28., dimana pengguna tempat parkir mengurangi lama waktu parkir dan mengurangi jumlah parkir.

Kebijakan tarip ini bisa dilakukan dengan:

  1. Berdasarkan waktu atau yang biasa disebut sebagai progresip, semakin lama semakin mahal yang bisa dilakukan dengan cara satu atau dua jam pertama flat setelah itu bertambah dengan bertambahnya waktu, sebagaimana sudah banyak diterapkan diberbagai tempat perbelanjaan di kota-kota besar. Di berbagai negara eropa bahkan diberlakukan tarip per 15 menit dan kadang dibatasi maksimum 2 jam.
  2. Berdasarkan zona, zona dipusat kegiatan diberlakukan tarip yang lebih mahal ketimbang zona yang ada dipinggiran kota ataupun diluar kota.
  3. Tarip bulanan yang biasa diterapkan kepada pemarkir kendaraan reguler disuatu tempat parkir, misalnya pada lokasi perkantoran terhadap pekerja yang bekerja dikantor yang bersangkutan, apartemen terhadap penghuni.

Pertimbangan lain yang juga digunakan dalam penetapan tarif parkir adalah penetapan tarif parkir yang lebih tinggi dari tarif penggunaan angkutan umum dengan harapan bahwa dengan mahal nya tarif parkir di pusat kota mereka lebih baik menggunakan angkutan umum ketimbang menggunakan kendaraan pribadi[3] seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini:

Pengendalian penyediaan ruang parkir[sunting]

Salah satu langkah penting dalam pengendalian lalu lintas adalah dengan membatasi ketersediaan ruang parkir di:

  1. Pengurangan fasilitas parkir di pinggir jalan sebagaimana diamanatkan didalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 43 ayat (3) yang berbunyi Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan. atau lebih ekstrem menghilangkan fasilitas parkir dipinggir jalan,
  2. Merubah pendekatan dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan untuk tempat-tempat umum, perkantoran atau pertokoan dengan merubah pendekatan dari jumlah ruang parkir minimal menjadi jumlah ruang parkir maksimal.
  3. Bangunan tidak diperkenankan untuk menyediakan fasilitas ruang parkir, agar pengguna bangunan tersebut menggunakan angkutan umum.

Kebijakan waktu[sunting]

Kebijakan pembatasan parkir paruh waktu

Pembatasan parkir dapat dilakukan dengan menerapkan pembatasan waktu yang dilakukan dengan:

  1. Penetapan waktu parkir maksimal, yang biasanya dilakukan pada parkir dipinggir jalan dengan menggunakan mesin parkir, dimana parkir untuk waktu yang panjang tidak dijinkan, parkir diarahkan untuk jangka pendek misalnya parkir untuk makan siang atau parkir untuk belanja di toko.
  2. Penetapan larangan parkir pada waktu-waktu tertentu, misalnya dilarang parkir pada jam sibuk pagi atau jam sibuk sore, dimana jalan lebih diperuntukkan untuk mengalirkan arus lalu lintas. Penetapan seperti ini biasanya dilakukan untuk jalan-jalan yang masih diijinkan untuk parkir dipinggir jalan tetapi kapasitas jalannya terbatas sehingga untuk meningkatkan kapasitas pada waktu-waktu tertentu maka parkir dipinggir jalan dilarang.

Usulan Kebijakan Tarif Parkir Untuk DKI Jakarta[sunting]

Kebijakan tarif parkir untuk dinaikkan sampai 400 persen melalui perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah dengan usulan sebagai berikut:

  • Menerapkan kebijakan perparkiran dengan tarip yang berbeda menurut zona tarif parkir di DKI Jakarta sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.
  • Zona dibagi atas 3 (tiga) zona parkir, masing-masing zona pusat, zona antara dan zona pinggir kota dengan batas-batas sebagai berikut:
    • Zona pusat adalah wilayah yang berada didalam jalur lingkar ditambah dengan kawasan Sudirman CBD, Blok M.
    • Zona antara adalah kawasan diluar zona pusat dan berada didalam jalan lingkar dalam ditambah bangunan-bangunan yang mempunyai akses langsung ke jalan lingkar dalam.
    • Zona luar adalah kawasan yang berada diluar zona antara dan berada didalam batas luar DKI Jakarta
  • Tarif parkir ditetapkan berdasarkan perbandingan :
    • Zona Pusat = 5 bagian atau kenaikan 400 persen
    • Zona Antara = 3 bagian atau kenaikan 200 persen
    • Zona Pinggir = 1 bagian atau tidak dinaikkan untuk mendorong kegiatan park and ride didaerah pinggiran kota
  • Menaikkan pajak parkir di luar badan jalan (off street) menjadi 30%, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Perkiraan dampak kebijakan parkir[sunting]

Berdasarkan pengalaman di Eropa, Amerika dan Asia ternyata bahwa dampak kebijakan parkir tinggi bila dilakukan peningkatan tarif yang tinggi pula, secara rata-rata mempunyai elastisitas sebesar -0,16 terhadap pengemudi kendaraan pribadi dan terjadi peningkatan penumpang (jalan bareng/car sharring) dengan elastisitas sebesar +0,03 dan penambahan penumpang angkutan umum dengan elastisitas sebesar +0,02 dan ke moda tidak bermotor sebesar +0,03 seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Visualisasi dari kebijakan tarif parkir dapat dilihat dari gambar berikut[4], dimana tanpa kebijakan terjadi parkir tandem, kemudian diterapkan meteran parkir untuk membatasi parkir jangka panjang terjadi pengurangan jumlah kendaraan yang parkir dan pada gambar ketiga dapat dilihat dampaknya terhadap permintaan parkir bila tarif ditingkatkan 4 kali (400 persen).

Pustaka[sunting]

  1. Moore, R.J. Parking Rates, Global CBD Parking Rates Survey, Colliers International, 2009
  2. Todd Litman, Transportation Elasticities: How Prices and Other Factors Affect Travel Behavior, Victoria Tranport Policy Institute, Victoria, 2010
  3. Parking Survey by GTZ 2008, www.sutp.org
  4. Michael Kodransky and Gabrielle Hermann, Europe’s Parking U-Turn: From Accommodation to Regulation, ITDP, Spring, 2011