Pembenahan Transportasi Jakarta/Sembilan Langkah Untuk Revitalisasi Angkutan Umum Jakarta

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sembilan Langkah Untuk Revitalisasi Angkutan Umum Jakarta merupakan Sebuah Catatan Akhir Tahun Transportasi Jakarta 2011 yang dipersiapkan oleh Ketua DTKJ Azas Tigor Nainggolan

Latar belakang[sunting]

Seperti apa wajah transportasi kota Jakarta pada tahun 2014 mendatang? Banyak sekali ahli yang menyimpulkan Jakarta akan macet total jika tidak melakukan upaya pemecahan sejak sekarang. Begitu pula dengan besarnya perhatian media massa terhadap persoalan kemacetan Jakarta tersebut. Tiada hari tanpa pemberitaan kemacetan Jakarta di media massa sepanajng tahun 2011. Hampir setiap hari media massa di Jakarta mengangkat dan mengulas isu kemacetan dan masih buruknya angkutan umum di Jakarta. Dapat dikatakan tahun 2011 ini menjapada tahun dimana media massa memiliki kepedulian khusus terhadap masalah kemacetan dan angkutan umum di Jakarta.

Salah satu penyebab utama kemacetan adalah percepatan tingginya angka pertumbuhan dan penggunaan kendaraan bermotor pribadi, baik motor maupun mobil sejak tahun 1999. Selain itu juga terdapat beberapa penyebabnya lainnya yakni kurang baiknya pelayanan angkutan umum dan tidak disiplinnya pengguna jalan raya di Jakarta. Melihat penyebab di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara atau jalan keluar yang bisa digunakan sebagai pendekatan untuk menyelesaikannya masalah kemacetan di Jakarta. Tentunya dapat dilakukan sebagai pendekatan dalam mengatasinya seperti mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan peningkatan etika, disiplin lalu lintas di jalan raya dan perbaikan layanan (revitalisasi) angkutan umum itu sendiri.

Dalam upaya menekan penggunaan kendaraan bermotor pribadi terdapat beberapa cara atau kebijakan yang dapat dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan beban biaya penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan memperbaiki pelayanan angkutan umum yang ada. Artinya pendekatan memecah kemacetan dengan menekan penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan merevitalisasi (memperbaiki) layanan angkutan umum menjadi penting. Memberikan layanan angkutan yang baik akan menjadi alternative transportasi dan mendorong para pengguna kendaraan pribadi berpindah ke angkutan umum.

Sebagai bahan pembanding saja dari data Polda Metro Jaya menunjukkan hingga saat ini jumlah perjalanan di Jakarta ada sekitar 21 juta perjalanan setiap harinya dan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta hampir mencapai 9 juta unit. Padatnya perjalanan itu dilayani oleh kendaraan pribadi yang jumlahnya sebesar 98% untuk melayani 44% perjalanan. Sementara itu angkutan umum yang jumlahnya hanya 2% harus melayani 56% perjalanan (diantaranya 3% dilayani KA/KRL Jabodetabek). Langkah mengendalikan pengunaan kendaraan pribadi dan merevitalisasi angkutan umum menjadi sangat penting harus segera dilakukan untuk memecahkan kemacetan di Jakarta. Angka pertumbuhan rata-rata 5 tahun terakhir antara 10% sampai 15% setiap tahunnya. Secara khusus sekarang ini angka pertumbuhan kendaraan Mobil per hari ± 300 unit dan Sepeda Motor per hari 1.500 unit.

Saat ini Jakarta juga sudah memiliki moda angkutan umum massal Transjakarta yang cukup representatif dan sudah beroperasi hampir sekitar 7 tahun dengan panjang koridor akan lebih dari 200 Km. Secara rutin, moda ini dibangun dan dioperasikan guna mendorong penggunaan kendaraan bermotor pribadi beralih ke angkutan umum dan meninggalkan kendaraan pribadinya di rumah atau di pinggir-pinggir kota. Sekarang yang sangat perlu didorong dan harus dimulai pada tahun 2012 mendatang adalah pentingnya memperbaiki atau merevitalisasi layanan angkutan umum di Jakarta agar mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Masalah angkutan umum dan layanannya masih terus bergulir menjadi keinginan warga yang harus diperbaiki segera. Keinginan perbaikan layanan angkutan umum di Jakarta itu terungkap jelas pada harian Kompas pada dalam liputan utamanya (Headline) tanggal 21 September 2011. Dikatakan dalam pemberitaan Harian Kompas itu bahwa kebobrokan angkutan umum hampir seperti menguraikan benang kusut karena pelanggaran aturan dilakukan bersama-sama dan bersifat laten. Dalam Laporan Utamanya yang berjudul "Kusut dari Hulu ke Hilir: Hentikan Main Mata Semua Pihak" ini oleh Harian Kompas digambarkan bahwa diperlukan langkah berani dan struktural dalam memperbaiki atau merevitalisasi angkutan umum di Jakarta.

Munculnya dan meningkatnya dorongan merevitalisasi layanan angkutan umum tersebut dimulai juga dengan maraknya kejadian kejahatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh awak angkutan umum itu sendiri. Misalnya saja maraknya kecelakaan lalu lintas dan pemerkosaan penumpang angkutan umum oleh sopir angkutan umum beberapa waktu lalu. Kejadian inilah yang mempercepat terjadi keinginan warga agar pemerintah daerah Jakarta secepatnya melakukan revitalisasi angkutan umum di Jakarta.

Masalah kemacetan dan buruknya layanan angkutan umum inilah yang memicu peningkatan penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi ini juga dipicu oleh akibat rendahnya biaya penggunaan kendaraan pribadi khususnya sepeda motor yang berakibat pada angkutan umum yang semakin tidak diminati. Hal ini sejalan dengan adanya penurunan jumlah pengguna angkutan umum setiap tahunnya. Tingkat penggunaan angkutan umum hingga pada dekade tahun 1980an masih sekitar 50 persen dan turun menjadi hanya 12,9 persen pada tahun 2010.

Langkah Revitalisasi[sunting]

Melihat fakta ini wajar jika warga Jakarta mendesak pemerintah provinsi Jakarta untuk segera merevitalisasi layanan transportasi angkutan umum di Jakarta. Harus ada memang langkah strategis yang dilakukan mulai tahun 2012 mendatang dalam memperbaiki layanan angkutan umum di Jakarta.

Langkah pertama, Penegakkan Hukum. Minimnya penegakkan hukum saat ini membuat tidak disiplinnya para awak atau pengemudi angkutan umum. Para pengemudi terlihat jadi biasa dan bebas melakukan pelanggaran hukum atau aturan lalu lintas. Kebebasan itu sangat terlihat seperti hal bus angkutan umum saat menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat tanpa menghitung kemanan penumpangnya. Begitu pula sulitnya mencari penumpang dan mengejar target setoran harian, membuat para pengemudi angkutan umum berhenti dan menjadikan setiap jalan sebagai terminal liar. Akibatnya adalah penumpukan kendaraan lain di belakang yang menimbulkan kemacetan serius karena berkurangnya kapasitas jalan dikarenakan adanya terminal liar.
Langkah kedua, mengadakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bagi angkutan umum di Jakarta. Sesuai dengan norma hukum yakni dalam pasal 141 dan pasal 198 UU no: 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur bahwa setiap layanan angkutan umum harus mempunyai SPM. Keberadaan SPM ini akan melindungi hak konsumen atau pengguna angkutan umum untuk mendapatkan jaminan pelayanan yang baik, nyaman serta aman. Tanpa SPM maka konsumen sebagai pengguna angkutan umum akan banyak terlanggar hak-haknya seperti sekarang ini. Saat ini seringkali terjadi kecelakaan lalu lintas dimana awak angkutan umum yang ugal-ualan membahayakan penumpangnya, kondisi bus yang sudah sangat rusak tak terawat dan maraknya krimininalitas serta pelecehan di angkutan umum. Dalam aturan hukum yang ada di UU nomor: 22 tahun 2009 diatur bahwa perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal, memenuhi bagi penggunanya berupa: keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, keteraturan dan mengakomodir kebutuhan penyandang cacat. Melihat aturan ini sebenarnya Dinas Perhubungan Pemprov Jakarta tinggal mengadopsi dan mengimplementasikan saja aturan SPM tersebut di Jakarta.
Langkah ketiga, melakukan Evaluasi Trayek Angkutan Umum Eksisiting (Reguler). Harus diakui dan dilakukan sebuah evaluasi atau restrukturisasi trayek dengan berorientasi sebagai feeder untuk kereta api dan Transjakarta. Pada tataran operasional banyak trayek angkutan umum tumpang tindih. Trayek yang tumpang tindih tersebut tidak hanya berdampak bagi pengguna, tetapi juga bagi pengusaha dan pengemudi. Terjadi persaingan tidak sehat karena tidak aksesnya dan tidak terintegrasinya trayek yang sudah ada. Kondisi ini mengakibatkan pengguna angkutan umum harus melakukan banyak perpindahan moda lain seperti taksi atau ojek dan akhirnya mengakibatkan biaya tinggi bagi pengguna angkutan umum. Bahkan, trayek yang tumpang tindih ini bisa memicu masalah keselamatan. Oleh karenanya, diperlukan adanya evaluasi trayek (semacam re-routing) secara menyeluruh terhadap operasional angkutan umum existing, di Jakarta.
Kondisi nyata sekarang sebenarnya sudah banyak trayek angkutan umum terutama bus besar yang mati. Data Dinas perhubungan Jakarta menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 6.000 trayek, tetapi yang beroperasi hanya 2.800-an. Evaluasi terhadap trayek sangat perlu dilakukan dan haruslah memenuhi orientasi: menegakkan aturan, izin trayek adalah milik pemerintah bukan milik pengusaha (operator). Evaluasi trayek dilakukan untuk mengetahu kebutuhan armada dalam trayek, membatasi pemberian izin trayek baru secara selektif, melakukan pengalihan kendaraan dari rute “kurus” ke rute “gemuk” dan memulai system pemberian ijin trayek berdasarkan “Quality Licencing” atau Lelang. Evaluasi trayek ini juga harus dilakukan dengan mengintegraikan strategi yang membuka luas peluang untuk melakukan perjalanan kombinasi antara kendaraan pribadi dan angkutan umum. Strategi itu ditujukan dengan memfasilitasi peluang perjalanan kombinasi ini adalah dengan membangunkan fasilitas park and ride (fasilitas Parkir dan Menumpang). Fasilitas Park n Ride ini dapat dibangun di pinggir kota Jakarta yang akses dengan angkutan umum massal seperti Transjakarta atau kereta api komuter Jabodetabek.. Fasilitas untuk melanjutkan perjalanan ke tengah kota.
Langkah keempat, memperbaiki layanan kereta api komuter Jabodetabek. Idealnya, angkutan kereta api menjadi tulang punggung (Back Bone) sarana angkutan umum massal di Jakarta dan sekitar (Jabodetabek). Revitalisasi ini merupakan wujud satu kesatuan dari revitalisasi angkutan umum berbasis jalan raya serta berbasis rel yakni kereta api. Idealnya juga adalah pengelolaan kereta api haruslah di bawah kendali Gubernur Jakarta tidak seperti sekarang, gubernur tidak memiliki otoritas apa pun dalam mengontrol operasional kereta api di Jakarta. Sehubungan dengan ini maka sudah saatnya PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) memberikan ruang juga pada pemerintah provinsi Jakarta sebagai salah satu operator kereta api komuter.
Langkah kelima, meningkatkan biaya penggunaan kendaraan bermotor pribadi di Jakarta. Saat ini pengguna kendaraan pribadi sangat dimanjakan dan enak sekali. Betapa tidak, hingga saat ini pengguna kendaraan pribadi sangat murah biaya parkirnya, bias parkir dimana saja, dapat subsidi BBM dan bebas berkeliling kota tanpa bayar. Issue murah berkendaraan bermotor pribadi di Jakarta ini mendorong peralihan dari pemakai kendaraan umum ke angkutan pribadi. Akhirnya pada gilirannya memperparah kemacetan, menurunkan kinerja lalu lintas, meningkatkan kecelakaan dan memperparah kualitas udara kota Jakarta. Langkah berani untuk meningkatkan biaya penggunaan kendaraan pribadi perlu diambil oleh pemerintah daerah Jakarta, diantaranya dengan penerapan Kebijakan Parkir Mahal Berdasarkan Zonasi, penerapan Jalan Berbayar (Electronic Road Pricing/ERP dan mencabut subsidi BBM. Pendapatan yang diperoleh dari peningkatan biaya penggunaan kendaraan bermotor pribadi dapat digunakan untuk mensubsidi angkutan umum.
Langkah keenam, melakukan kebijakan mensubsidi angkutan umum. Dalam konteks politik manajemen transportasi, hanya angkutan umum yang berhak atas subsidi, bukan kendaraan pribadi (subsidi BBM). Namun yang terjadi yakni sebuah kebijakan bodoh yakni faktanya, kini justru kendaraan pribadi yang dominan menikmati subsidi setidaknya melalui subsidi BBM. Padahal dalam konteks tarif, tidak seharusnya besaran tarif ditanggung semuanya oleh konsumen. Sebagian tarif seharusnya menjadi beban (subsidi) pemerintah daerah Jakarta atau bahkan pemerintah pusat. Kebijakan mensubsidi angkutan umum dan mencabut subsidi BBM untuk memecahkan kemacetan dengan menekan penggunaan kendaraan bermotor karena berbiaya tinggi ini justru kota besar dunia. Sebagai contoh di kota Turin Italia, pengguna angkutan umum hanya menanggung 30% besaran tarif sedangkan yang 70% dibebankan kepada pemerintah kota setempat. Begitu pula pemerintah Italia untuk membangun infrastruktur transportasi angkutan umum biaya ditanggung 60% oleh pemerintah pusat dan sisanya 40% oleh pemerintah daerah (kotanya). Oleh karenanya, perlu dicarikan formulasi yang tepat untuk subsidi angkutan umum ini.
Langkah ketujuh, melakukan perbaikan kelembagaan bisnis atau operator angkutan (regular) yang ada sekarang. Kondisi bentuk kelembagaan operator angkutan umum regular saat ini masih banyak yang tidak sesusia badan usaha bisnisnya dan melanggar aturan manajemen angkutan umum. Kelembagaan angkutan umum sesuai amanat Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 harus dikelola oleh sebuah badan hukumnya. Badan hukum kelembagaan bisnisnya sebuah PT atau Koperasi namun pengelolaannya mayoritas masih secara pribadi Individu). Akibatnya adalah kesulitan dalam mengontrol, membina dan mengembangkan pelayanan angkutan umum karena operator banyak sekali yang individu-individu bukan sebuah manajemen badan hukum yang jelas. Kondisi ini selanjutnya membuat pemerintah daerah Jakarta sangat kesulitan misalnya membuat apalagi menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bagi penggunanya. Secara nyata para operator yang individu-individu ini sulit diatur dan dikontrol dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar operator angkutan umum. Sehingga jelas sangat diperlukan evaluasi total kelembagaan pengelolaan angkutan umum, yakni harus berupa badan hukum dan pengelolaannya bukan individu-individu.
Langkah kedelapan, pembatasan usia kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta. Pembatasan Usia Kendaraan Bermotor Umum perlu dilakukan agar ada jaminan secara sistematis bahwa angkutan umum akan berkembang pelayannnya dan tehknologi armadanya. Pengalaman di kota-kota di dunia saat ini terus menetapkan dan mengkontrol ketat layanan angkutan umumnya melalui kebijakan pembatasan usia armadanya. Pembatasan itu juga membuat pemilik kendaraan bermotor yang tua diharuskan membayar pajak yang lebih tinggi berlipat ganda dibandingkan kendaraan bermotor usia lebih muda. Begitu pula perkembangan tehknologi angkutan umum ini akan memberikan angkutan umum yang terus berkembang fasilitas kenyamanan, kemanan dan keterjangkauannya. Kondisi berkembangnya angkutan umum secara teratur lewat pembatasan usia armadanya akan memberikan dorongan pengguna kendaraan pribadi berpindah ke angkutan umum. Pembatasan usia kendaraan ini sebenarnya sudah ada yang diterapkan saat ini yakni bagi angkutan umum taksi di Jakarta. Taksi yang beroperasi di Jakarta saat ini umurnya tidak lebih dari 7 tahun dan kualitas tehknologinya terus berkembang. Pembatasan usia dan berkembangnya tehknologi taksi di Jakarta menghasilkan pelayanan yang baik.
Langkah kesembilan, melakukan restrykturisasi Dinas Perhubungan menjadi Dinas Transportasi dan Infrastruktur Jakarta. Sebagai penunjang penting dalam revitalisasi pelayanan angkutan umum adalah juga perlu dilakukan peningkatan kapasitas institusi yang yang menangani angkutan umum itu sendiri. Untuk itu langkah ke delapan yang harus dilakukan untuk merevitalisasi angkutan umum adalah merestrukturisasi organisasi Dinas Perhubungan menjadi Dinas Transportasi dan Infrastruktur. Restrukturisasi Dinas Perhubungan ini perlu untuk meningkatkan kinerja pengelolaan transportasi dilakukan melalui penggabungan beberapa Satuan Kerja/Unit Kerja di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terkait pengelolaan transportasi. Pemberdayaan penggabungan fungsi ini dilakukan terhadap Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, dan UPT Parkir ke dalam satu lembaga (Dinas) baru seperti yang dilakukan oleh Singapura melalui Land Transport Authority (LTA)nya dan Jepang dengan Ministry of Land, Infrastructure, and Transport-nya. Penggabungan ini dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan transportasi yang terpadu, efektif, dan efisien serta di dalam satu koordinasi.

Adalah sebuah kenyataan bahwa antara sektor transportasi/perhubungan dan infrastruktur tidak bisa dipisahkan bekerjanya. Idealnya struktur organisasi yang menanganinya adalah satu pintu (satu institusi). Oleh karenanya, jika institusi ini terpisah maka akan menimbulkan kebijakan yang saling tabrakan atau setidaknya tidak ada koordinasi antara institusi perhubungan (Dishub) dengan institusi yang menangani infrastruktur (Dinas PU). Sebagai contoh, pembuatan gorong – gorong di jalan Sudirman. Terbukti tidak ada saling koordinasi, membuat gorong-gorong di badan jalan yang memiliki tingkat kepadatan lalu lintas tanpa manajemen pekerjaan yang baik justru menambah kemacetan lebih parah lagi. Masalah ini adalah bukti yang actual dan jelas sekali untuk menunjukkan perlu pemberdayaan atau restrukturisasi Dinas Perhubungan menjadi Dinas Trasportasi dan Infrastruktur.

Setidaknya Sembilan langkah inilah yang harus dilakukan agar ada pengaruh signifikan memecahkan masalah kemacetan Jakarta dengan pintu revitalisasi angkutan umumnya. Guna memdukung upaya revitalisasi layanan angkutan umum ini juga bisa dibantu dengan sebuah tim adhoc di bawah gubernur Jakarta untuk menyusun strategi dan skenario revitalisasi manajemen angkutan umum. Tim ini bisa terdiri dari pihak independen yang berkompeten di bidang transportasi. Diharapkan dengan tim ad-hoc ini proses revitalisasi akan mengalami percepatan; Tim ini juga berfungsi mengawal proses revitalisasi manajemen angkutan umum di Jakarta yang akan dijalankan oleh Dinas Perhubungan atau Dinas Transportasi dan Infrastruktur. Perbaikan dan revitalisasi ini mendesak dilakukan demi keyakinan bahwa tahun 2014 Jakarta tidak terjadi kemacetan total sebagaimana disampaikan banyak ahli transportasi atas akutnya masalah kemacetan di Jakarta. Tentu Sembilan langkah ini juga membutuhkan kemauan bekerja bersama antara pengelola kota Jakarta dan pemerintah pusat. Tanpa ada dukungan nyata dari pemerintah pusat maka Jakarta yang indah, tidak macet dan bagus layanan angkutan umumnya akan tinggal sebagai ilusi. Semoga pada tahun 2012 mendatang ada langkah dan upaya nyata bersama menyelesaikan kemacetan kota Jakarta tercinta ini.

Jakarta, 5 Desember 2011 Penulis: Azas Tigor Nainggolan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, Kontak: 08159977041 dan azastigor@yahoo.com